Penyelarasan antara Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan sistem akreditasi mutlak dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran yang berkualitas di satuan pendidikan. Penyelarasan ini merupakan amanah undang-undang sistem pendidikan nasional. Selain itu juga merupakan bentuk respon terhadap tren dunia internasional sebagaimana dilaporan Bank Dunia yang menyatakan bahwa di berbagai negara belum terjadi pembelajaran di sekolah. Penyelarasan dimulai dari membangun kesadaran tentang pentingnya standar, menyamakan persepsi terhadap makna dan cara mengimplementasikan standar serta mengukur pencapaian standar melalui akreditasi.
Demikian rumusan kesepakatan antara BSNP, BAN S/M, dan BAN PAUD dan PNF di ruang rapat BSNP pada hari Selasa, 25 September 2018. Turut hadir dalam acara ini seluruh anggota BSNP, Dadang Sudiyarto Sekretaris Balitbang, Maskuri dan Itje Chodijah sebagai Sekretaris dan Anggota BAN S/M, Irma Yuliantina dan Nugaan Yulia Wardhani Siregar sebagai Sekretaris dan anggota BAN PAUD dan PNF.
Menurut Bambang Suryadi Ketua BSNP permasalahan pendidikan nasional saat ini adalah kenyataan bahwa pembelajaran yang berkualitas belum terjadi di satuan pendidikan, baik lembaga formal maupun nonformal. Akibatnya, lulusan satuan pendidikan tidak memiliki kompetensi sebagaimana dirumuskan dalam SNP.
“Keprihatinan kita saat ini juga menjadi perhatian Bank Dunia yang menyatakan bahwa di berbagai negara belum terjadi pembelajaran di sekolah. Inilah yang dalam istilah Bank Dunia disebut dengan schooling without learning”, ucap Bambang menyitir laporan Bank Dunia tahun 2018.
Sebagai solusi, tambah Bambang, pemahaman terhadap SNP perlu ditingkatkan, sehingga SNP yang sudah dikembangkan dapat diimplementasikan dan diukur pencapaiannya. Implementasi SNP merupakan tanggungjawab direktorat terkait, dinas pendidikan, dan satuan pendidikan. Pengukuran pencapaian SNP merupakan kewenangan Badan Akreditasi Nasional.
Selain itu, akreditasi berorientasi pada kesesuaian (compliance), kinerja (performance), akutanbilitas publik (public accountability) dan peningkatan berkelanjutan (continues improvement). Esensinya pengukuran pencapaian SNP dilakukan dengan berorientasi pada peningkatan ‘proses belajar mengajar’ di satuan pendidikan. Jika akreditasi sudah mengukur kinerja, sudah pasti kesesuaian sudah dipenuhi.
Langkah awal yang mesti dilakukan untuk menyelaraskan antara SNP dan akreditasi memetakan ruh dan aspek esensial dari delapan SNP, mulai dari standar kompetensi lulusan sampai ke standar pembiayaan. Kriteria di dalam SNP mesti dibuktikan dengan bukti empiris di satuan pendidikan. Sebagai contoh, dalam standar pengelolaan disebutkan salah satu prinsip pengelolaan adalah akuntabilitas dan transparansi dalam mengelola keuangan. Bukti empiris dari pencapaian prinsip tersebut adalah laporan keuangan di satuan pendidikan mesti diaudit oleh auditor yang berwewenang.
Secara terpisah Totok Suprayitno Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyambut baik upaya BSNP dan BAN S/M serta BAN PAUD PNF untuk melakukan penyelarasan antara SNP dan perangkat akreditasi.
“Pertemuan seperti ini perlu kita tumbuhkan terus supaya persepsi dan pemahaman kita sama terhadap standar nasional pendidikan. Dari pertemuan ini pula kita bisa membangun kesadaran bahwa kita memiliki problem dengan pendidikan, tapi juga menawarkan solusi”, ucap Totok.
Langkah selanjutnya, tambah Kepala Balitbang, kita perlu menggerakkan kelompok masyarakat untuk membangun kesadaran tentang pentingnya pembelajaran. Kesadaran tentang pentingnya SNP, akreditasi, dan asesmen. Dengan demikian, implementasi SNP, pelaksanaan akreditasi dan asesmen mesti bermuara pada terjadinya pembelajaran yang berkualitas di satuan pendidikan.
Anggota BAN S/M Itje Chodijah telah lama menunggu forum seperti ini. “Saya sujud syukur ketika diminta mewaliki Ketua BAN S/M untuk hadir di BSNP, sebab saya menunggu forum sperti ini sudah cukup lama. Kegalauan tentang kualitas pembelajaran ini sudah lama muncul”, ucap Itje yang pernah mengelola Global Islamic School di Condet dan Serpong.
Dari forum ini, tambah Itje, ada titik terang di depan apa yang harus kita kerjakan bersama. Sebagai badan independen, kita bisa mengambil kebijakan yang tepat. Yang lebih penting lagi, apa yang kita lakukan adalah “to place learning at the center”. Maka yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana penguatan kepada para kepala sekolah dan pengawas supaya apa yang mereka lakukan juga menuju peningkatan pembelajaran. Penguatan kepala sekolah dan pengawas selama ini kurang mendapat perhatian. Dampaknya pemahaman mereka terhadap standar masih belum mendalam.
Terkait dengan pentingnya akreditasi, Itje menegaskan akreditasi merupakan salah satu upaya mencapai titik standar tertentu agar sekolah berjalan menuju kepada sebuah makna (kualitas), bukan sebuah punishment. Belum tentu sekolah dengan akreditasi A sudah membelajarkan anak-anak. Oleh karena itu apa yang kita kerjakan di BSNP dan BAN harus ada impak terhadap penguatan pembelajaran di sekolah.
Irma Yuliantina Sekretaris BAN PAUD PNF menyadari betul bahwa menurunkan kriteria dalam SNP ke dalam perangkat akreditasi bukan hal yang mudah. Selama ini, instrumen akreditasi yang dipakai belum sepenuhnya menyasar kriteria yang ada di dalam standar. Dengan demikian, penyesuaian terhadap instrument akreditasi PAUD dan PNF perlu segera dilakukan.
Permasalahan lain Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, selama ini memberikan pembinaan sifatnya hanya pada kesesuaian (compliance) saja. BAN PAUD PNF menemukan hasil akreditasi di satu kabupaten sama semua, padahal, seharusnya tidak sama.